Pepohon rimbun nan teduh dan alam pedesaan yang sejuk di Kabupaten Bandung ternyata menyimpan banyak cerita pedih kekerasan terhadap perempuan dan anak. Cerita pedih itu satu-persatu diungkap dan didengar, di setiap sudut desa yang kini semakin menggeliat kepeduliannya terhadap kasus-kasus yang melukai rasa kemanusiaan.
Di sini, di sebuah balai pertemuan, para ibu dan beberapa laki-laki berkumpul dalam sebuah diskusi rutin. Di sela-sela perbincangan ihwal pembangunan desa, topik politik dan berita televisi, mereka kembali saling bercerita tentang kisah-kisah pilu kaum perempuan dan anak di daerah mereka.
Dulu mah, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak teh masih dianggap aib keluarga; karena melapor bagi keluarga korban dianggap aib, akibatnya kasus kekerasan terus terjadi dan tak banyak didengar, korban terus bertambah dan pelaku bebas berkeliaran, ungkap salah satu perempuan di sela-sela diskusi mereka.
Sekarang mah, warga di sini sudah sepakat akan melapor kalau nanti ada saudara, tetangga atau keluarga sendiri yang mengalami kekerasan. Tapi yang penting mah, bagaimana kita semua mencegah agar segala bentuk kekerasan itu tidak terjadi, imbuh warga lainnya.
Mereka mengatakan, pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di desa mereka harus dilakukan bersama, jadi komitmen bersama.
Setuju atuh, dari mulai RT/RW, kader PKK, pemuka agama, tokoh masyarakat dan semuanya, harus bekerja bersama untuk mencegah, pokona mah harus ada komitmen kerja babarengan antara masyarakat dan pemerintah, papar pak RW yang hadir dalam pertemuan tersebut. Semangat pak RW juga kini mulai terdengar ramai di desa-desa lainnya di Kabupaten Bandung.
Kabupaten Bandung kini semakin tumbuh semangat dan komitmennya menghadapi persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, demikian ungkap Dindin Syarifudin dari Sapa Institute. Road Show Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempun (16HAKTP) yang serentak dilakukan tanggal 25 November sampai 10 Desember 2016 di 7 daerah pemilihan (Dapil) di Kabupaten Bandung menjadi moment penting menguatkan kesadaran dan tanggung jawab semua pihak untuk menekan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Bandung, paparnya.
Momen penting itu, terang Dindin, telah menguatkan sinegritas antara masyarakat dan pemerintah di Kabupaten Bandung untuk membangun sistem pencegahan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Ia menegaskan kebutuhan sinergritas tersebut. Sinergritas ini sangat penting, karena biasanya dalam sebuah kasus korban sangat sulit untuk mengakses layanan.
Untuk mendekatkan korban dengan akses layanan, kini bisa berkordinasi dengan pemerintahan setempat dari tingkat RT/RW, desa atau kecamatan. Sistem pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di setiap kecamatan di Kabupaten Bandung kini sudah dikokohkan dengan adanya fakta intregritas antara desa dengan kecamatan, dengan pola pencegahan bersama.
Kini kita memberdayakan sumber daya masyarakat yang ada dari mulai RT/RW, kader PKK, pemuka agama, tokoh masyarakat dan lainnya. Hal itu dilakukan karena banyak korban berada di lingkungannya, maka yang harus melakukan pencegahan, penangan dan pemulihan tentunya warga di lingkungannya, terangnya
Untuk penanganan, setiap desa telah membentuk satgas khusus; dari mulai satgas pencegahan, satgas penanganan dan satgas pemulihan. Satgas ini bertugas untuk membuat sistem agar korban menjadi benar-benar pulih. Satgas ini juga melakukan sosialisasi dan memberikan penyadaran.
Selain dalam rangka mengusung petisi untuk menuntut dibahasnya RUU Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak ke DPR RI serta sosialisasi isu-isu kekerasan terhadap perempuan, Roadshow 16HAKTP telah memperkokoh satuan tugas, lahirnya fakta integritas dan pemerintah desa yang kini bersedia mengalokasikan anggaran unruk pelatihan para pendamping, papar Dindin.
Komitmen dari seluruh pihak untuk melakukan pencegahan, penanganan sampai pemulihan terhadap korban kasus kekerasan perempuan dan anak harus terus tumbuh dan kuat, agar harapan kita untuk membangun kabupaten Bandung bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, bisa terwujud, pungkasnya.*(BTM)