Perempuan-perempuan menghadiri pertemuan di sebuah rumah. Keakraban mereka bertegur-sapa dan berbincang hari itu sesekali memunculkan gelak tawa. “Hari ini pertemuan Bale Istri Ciparay,” ucap Nyinyih yang di pertemuan kali ini rumahnya jadi tempat berkumpul ibu-ibu. “Pertemuan satu bulan sekali ini akan diisi diskusi yang difasilitasi oleh anggota Bale Istri yang sudah mendapat pelatihan dari Sapa Institute. Pertemuan ini juga merupakan proses pembelajaran bagi anggota Bale Istri untuk belajar memfasilitasi dan berbagi pengetahuan,” paparnya.
Pertemuan di kampung Rancaheulang hari itu akan berbagi pengetahuan tentang bagaimana caranya membuat anggaran di Desa dan mendiskusikan persoalan keseharian terkait Seks dan Gender. “Sebulan yang lalu saya dan Ai mengikuti pelatihan yang dilaksanakan Sapa tentang persoalan tersebut. Hari ini saya dan Ai harus belajar berbagi pengetahuan itu dengan anggota Bale Istri yang lain,” ucap Hendrawati, anggota Bale Istri Ciparay yang pada hari itu mendapat giliran memfasilitasi tentang Seks dan Gender. “Pertemuan ini juga diharapkan bisa meningkatkan pemahaman dan pengetahuan anggota Bale Istri tentang isu-isu perempuan,” sambung Ai yang hari itu juga mendapat giliran berbagi pengetahuan tentang anggaran desa.
“Meskipun soal Seks dan Gender sudah beberapa kali disampaikan pada ibu-ibu, tapi ketika disampaikan lagi, bagi kami selalu ada pengetahuan baru. Mungkin soal itu kami diskusikan sambil berbagi contoh kasus dan pengalaman keseharian di lingkungan kami. Ibu-ibu saling berbagi pengalaman, istilahnya mah belajar menganalisis. Apalagi hari ini mah dihubungkan juga dengan membuat anggaran desa,” papar Nyinyih.
Di setiap pertemuan Bale Istri, di sela perbincangan, diantara mereka selalu ada yang mengungkapkan kisah baru tentang kerabat mereka yang membuat semua prihatin…
P adalah seorang anak remaja perempuan yang tinggal di pedesaan yang sangat jauh dari kota. P bekerja pada seorang juragan kaya di kampungya. Suatu waktu anak juragan yang bernama Q ini mengajak P untuk melakukan hubungan seksual dengan paksaan di belakang rumah. Di bawah ancaman Q, P terpaksa melayani hubungan seksual.
Kemudian, P hamil. Saat meminta pertanggung jawaban pada Q dan keluarganya, P malah yang di salahkan. Akhirnya orang tua P menikahkan anaknya denga preman M karena malu dengan kehamilan P. Pernikahannya ini menambah penderitaan P karena setiap malam harus melayani suami yang tidak dicintainya.
Dalam keadaan hamil, P harus bekerja mengangkut air karena di kampungnya susah mendapatkan air bersih dan harus mempuh jarak yang cukup jauh. Akhirnya P mengalami pendarahan dan meninggal dalam perjalanan karena akses ke pusat kesehatan sangat jauh.
“Kisah itu memprihatinkan bagi kami semua. Bale Istri akan terus bekerja bersama dengan pihak terkait untuk segera melaporkan kasus dan mencegah musibah seperti itu tidak terjadi di Ciparay. Kisah dan tugas mencegah ini menjadi pelajaran dan tanggung jawab kita bersama, baik laki-laki maupun perempuan, agar tak ada lagi perempuan yang menjadi korban kekerasan…” ucap Hendrawati.*
Catatan kecil di komunitas, Badru Tamam Mifka