Toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat dan bikin kamu merasa tertekan, sedih, atau tidak dihargai. Dalam hubungan ini, salah satu atau kedua pihak sering saling menyakiti, baik secara fisik, emosional, atau mental.Ciri-ciri Toxic Relationship: kontrol berlebihan, manipulasi emosi, kekerasan (verbal/fisik), cemburu berlebihan dan posesif, dan tidak ada dukungan.
B. MANIPULASI EMOSI
Apa itu Manipulasi Emosi dalam Toxic Relationship?
Pasangan membuat kamu merasa bersalah atau salah terus walau tidak berbuat apa-apa.
Manipulasi emosi adalah cara seseorang mengendalikan perasaan dan pikiran pasangan agar selalu merasa bersalah, tidak berharga, atau ragu terhadap diri sendiri. Pelaku biasanya memutarbalikkan fakta atau menggunakan tekanan emosional agar kamu menurut dan merasa tergantung pada mereka.
Contoh Manipulasi Emosi dalam Hubungan:
1. Gaslighting
Gaslighting adalah bentuk manipulasi emosional di mana pasangan membuat kamu meragukan pikiran, perasaan, atau ingatan kamu sendiri, sehingga kamu merasa bingung dan kehilangan kepercayaan diri. Ini adalah cara untuk mengontrol dan melemahkan kamu secara mental.
Contoh:
- “Aku gak pernah bilang kayak gitu. Kamu ngarang sendiri.” (Pasangan menyangkal perkataan atau kejadian, membuat kamu meragukan ingatanmu tentang sesuatu yang jelas terjadi, padahal dia memang mengatakan hal itu).
- “Bukan aku yang salah, ini semua karena kamu terlalu sensitif.” (Pasangan memutarbalikan fakta, selalu menyalahkan kamu agar tidak merasa bertanggung jawab atas kesalahannya).
- “Kamu tuh lebay banget, gak ada yang serius dari kejadian itu.” (Pasangan meremehkan perasaan kamu, membuat kamu merasa emosi kamu tidak valid atau berlebihan).
- “Lihat kan? Gara-gara kamu protes terus, hubungan kita jadi berantakan.” (Pasangan memanipulasi hingga kamu merasa bersalah, membuat kamu merasa bertanggung jawab atas masalah yang sebenarnya dia ciptakan).
- “Kamu salah dengar. Yang aku maksud bukan itu.” (Pasangan mengubah cerita agar kamu merasa bingung, ragu dan tidak yakin dengan apa yang kamu ingat).
Kenapa gaslighting berbahaya? Bisa mengikis kepercayaan diri, kamu mulai meragukan pikiran dan perasaan sendiri. Selain itu, bisa membuat kamu tergantung secara emosional, kamu merasa butuh pasangan untuk memahami kenyataan. Tak hanya itu, juga menimbulkan kebingungan dan stres, gaslighting bisa menyebabkan kamu merasa bingung, cemas, dan tertekan.
Solusinya, percayalah pada ingatan dan perasaan kamu, validasi perasaanmu dan jangan biarkan orang lain membuatmu merasa salah. Selanjutnya, diskusikan dengan orang terpercaya, dan ceritakan pengalamanmu ke teman atau keluarga untuk mendapat perspektif objektif. Terakhir, pertimbangkan keluar dari hubungan, karena jika gaslighting berlanjut, ini adalah tanda hubungan yang sangat tidak sehat. Hubungan sehat tidak membuat kamu merasa bingung atau tidak berharga, tetapi menghargai perasaan dan pikiranmu.
2. Silent Treatment
Silent treatment adalah bentuk manipulasi emosional di mana pasangan mendiamkan kamu secara sengaja tanpa alasan jelas sebagai cara untuk menghukum, mengontrol, atau membuat kamu merasa bersalah. Ini bukan sekadar butuh waktu sendiri, tapi bertujuan membuat kamu merasa terabaikan dan bingung.
Contoh:
- “Terserah kamu mau pikir apa. Aku gak mau ngomong.” (Pasangan mendiamkan kamu tanpa menjelaskan masalah, menolak bicara dan tidak memberi penjelasan tentang apa yang membuatnya marah).
- Kamu mengirim pesan atau menelepon berkali-kali, tapi pasangan sengaja mengabaikan. Pasangan menolak membalas pesan atau telepon, menunggu sampai kamu merasa cemas atau bersalah.
- Saat bertemu, pasangan berpura-pura sibuk atau tidak memperhatikan kamu. Dia menghindari kontak langsung, menolak menjawab pertanyaan atau melihat ke arah kamu.
- “Aku bakal ngomong lagi kalau kamu minta maaf dulu.” (Pasangan menggunakan diam sebahai senjata untuk mendapatkan keinginan, baru mau berkomunikasi setelah kamu menuruti keinginannya).
- “Aku lagi gak mood ngomong sama kamu, nanti aja.” (Dia mendiamkan dalam waktu yang lama untuk menghukum, bisa mendiamkan kamu berhari-hari hingga kamu merasa terisolasi, kamu jadi takut mengutarakan perasaan karena khawatir dia marah dan mendiamkan kamu lagi).
Kenapa silent treatment berbahaya? Bisa membuat kamu merasa tidak berarti, dan kamu merasa diabaikan dan tidak penting. Selain itu, memicu kecemasan dan rasa bersalah, sehingga kamu mulai merasa semua masalah adalah salahmu. Tak hanya itu, silent treatment bisa mengganggu komunikasi, karena masalah tidak terselesaikan, malah membuat hubungan semakin tegang.
Solusinya, beritahu pasangan bahwa mendiamkan tidak menyelesaikan masalah. Kamu jangan memohon atau merasa bersalah berlebihan, kamu tidak bertanggung jawab atas sikap diam pasangan. Selanjutnya, evaluasi hubungan. Jika silent treatment terus digunakan sebagai senjata, pertimbangkan apakah hubungan ini sehat untukmu. Komunikasi yang sehat adalah tentang berbicara dan mendengarkan dengan terbuka, bukan saling mendiamkan dan mengabaikan.
3. Playing the Victim (Berpura-pura Jadi Korban)
Playing the victim adalah strategi manipulatif di mana pasangan selalu berperan sebagai korban dalam setiap masalah, meskipun dia yang salah. Tujuannya adalah membuat kamu merasa bersalah, bertanggung jawab, dan terus-menerus minta maaf, meskipun bukan kamu yang melakukan kesalahan.
Contoh:
- “Aku marah karena kamu yang bikin aku kesal. Kamu tahu aku gak bisa kontrol emosi.” (Pasangan menyalahkan kamu atas emosinya sendiri, seolah dia tidak bisa mengendalikan tindakannya).
- “Kamu gak peduli sama aku. Lihat, kamu lupa balas chat aja udah bikin aku sakit hati.” (Dia membesarkan masalah-masalah kecil, membuat masalah kecil terlihat besar agar kamu merasa bersalah).
- “Aku cuma mau kamu bahagia, tapi kayaknya aku selalu salah.” (Pasangan memanipulasi dengan air mata dan rasa sakit, menggunakan kesedihan atau air mata untuk membuat kamu merasa kasihan).
- “Aku gak pernah merasa cukup baik buat kamu.” (Dia selalu menyebut dirinya terluka dalam argumen. Setiap kali ada konflik, dia memposisikan diri sebagai korban agar kamu merasa bersalah dan berhenti berdebat).
- “Kenapa kamu selalu cari kesalahan aku? Aku udah cukup menderita.” (Dia membuat kamu ragu untuk membahas masalah. Kamu akhirnya menghindari konfrontasi karena takut dianggap menyakiti dia).
- “Aku kayak gini karena kamu gak peduli sama aku!” (Padahal masalahnya ada pada sikap dia sendiri. Pasangan selalu mengalihkan masalah dengan mengaku jadi korban. Kamu jadi merasa semua yang terjadi adalah kesalahanmu).
Kenapa playing the victim berbahaya? Bisa menghalangi penyelesaian masalah, fokus beralih ke perasaan pasangan, bukan masalah yang sebenarnya. Selain itu, bisa meningkatkan ketergantungan emosional, sehingga kamu selalu merasa harus menghibur dan menenangkan pasangan. Tak hanya itu, dia membuat kamu kehilangan kepercayaan diri, sehingga kamu terus-menerus merasa salah dan bertanggung jawab atas kebahagiaannya.
Solusinya, pertahankan perspektif realistis. Ingat bahwa kamu tidak bertanggung jawab atas perasaan pasangan. Selanjutnya, jangan terjebak dalam rasa bersalah. Sadari jika dia menggunakan manipulasi untuk menghindari tanggung jawab. Terakhir, ajak bicara dengan Tegas. Sampaikan bahwa kamu ingin menyelesaikan masalah tanpa drama berlebihan. Hubungan yang sehat adalah tentang saling bertanggung jawab, bukan memanfaatkan peran korban untuk mendapatkan simpati atau menghindari masalah.
4. Love Bombing dan Pencabutan Kasih Sayang
Love bombing adalah ketika pasangan menunjukkan perhatian berlebihan di awal hubungan dengan pujian, hadiah, dan kasih sayang ekstrem untuk membuat kamu merasa istimewa. Namun, setelah kamu terikat emosional, pasangan mulai mencabut kasih sayang secara tiba-tiba sebagai bentuk kontrol atau hukuman, termasuk dipakai untuk memanipulasi emosional kamu untuk memenuhi semua keinginannya.
Contoh:
- “Kamu orang paling sempurna yang pernah aku temui. Aku gak bisa hidup tanpamu!” (Pasangan memberikan pujian dan perhatian terus-menerus hingga kamu merasa sangat dibutuhkan. Selain itu, berusaha menyenangkan pasangan dengan berbagai cara dengan tujuan ingin memperoleh sesuatu sebagai timbal balik).
- “Aku mau hidup bareng kamu selamanya, besok kita cari cincin, ya!” (Di awal, pasangan membuat janji besar untuk cepat membangun keterikatan emosional).
- “Aku lagi gak mood. Aku butuh waktu sendiri.” (Setelah kamu merasa terikat, dia tiba-tiba berhenti memberi perhatian).
- “Kalau kamu gak nurut, jangan harap aku bakal perhatian lagi.” (Dia memberi dan mencabut kasih sayang berdasarkan apakah kamu mengikuti keinginannya).
- “Aku cuma ingin kamu berubah. Kalau kamu bisa ngerti aku, aku bakal sayang lagi.” (Setelah mencabut kasih sayang, dia membuat kamu merasa bersalah dan berusaha keras untuk mendapatkannya kembali).
- “Kalau kamu sayang, kamu pasti nurut sama aku. Kalau enggak, aku gak tahu apa kita masih cocok.” (Awalnya pasangan menunjukkan cinta berlebihan (bunga, pujian, perhatian) tapi tiba-tiba menarik semua itu dan membuat kamu bingung).
Kenapa ini berbahaya? Tentu saja, bisa menciptakan ketergantungan emosional. Kamu merasa harus selalu berusaha untuk mempertahankan kasih sayangnya. Selain itu, bisa memanipulasi perasaan kamu. Kasih sayang digunakan sebagai alat kontrol untuk mengendalikan perilaku kamu. Tak hanya itu, bisa menyebabkan juga kebingungan dan kecemasan. Perubahan sikap yang tiba-tiba membuat kamu merasa tidak aman dalam hubungan.
Solusinya, sadari pola manipulatif ini. Kasih sayang yang tulus tidak bersyarat dan tidak digunakan untuk kontrol. Selanjutnya, jaga kemandirian emosional. Jangan biarkan validasi pasangan menentukan harga diri kamu. Terakhir, pertimbangkan kesehatan hubungan. Hubungan sehat melibatkan konsistensi dan dukungan emosional, bukan pemberian dan pencabutan kasih sayang secara bergilir. Hubungan sehat adalah tentang kasih sayang yang konsisten dan tulus, bukan permainan emosi.
5. Mempermalukan atau Merendahkan Secara Halus
Ini adalah bentuk manipulasi emosional di mana pasangan menghina atau merendahkan kamu secara terselubung, sering kali dengan dalih bercanda atau “untuk kebaikanmu.” Perilaku ini bertujuan melemahkan rasa percaya dirimu tanpa terlihat jelas sebagai pelecehan.
Contoh:
- “Kamu pinter juga ya… untuk ukuran kamu.” (Menyamaratakan dengan candaan kasar. Seolah-olah memuji, tapi sebenarnya merendahkan).
- “Pakai baju itu? Yakin kamu nyaman dengan bentuk badanmu?” (Mengomentari Penampilan dengan Sindiran. Komentar terlihat peduli, tapi membuat kamu merasa buruk tentang diri sendiri).
- “Ya, berhasil sih… tapi kan itu kebetulan aja.” (Menyindir prestasi atau kemampuan Kamu. Prestasi kamu diremehkan agar kamu merasa tidak cukup baik).
- “Dia tuh gak pernah bisa on time, tapi ya, itu kan ciri khas dia.” (Pasangan membongkar kekuranganmu di depan orang lain, tapi dengan nada bercanda. Membuat kamu tersudut di depan orang lain)
- “Kok baper sih? Aku cuma bercanda, santai aja.” (Pasangan menyalahkan kamu karena merasa tersakiti atas ucapannya. Menganggap Kamu Berlebihan saat Tersinggung).
- “Masa kamu gak tahu sih soal itu? Kan semua orang tahu…” (Pasangan menyelipkan hinaan dengan cara bercanda atau seolah memberi saran. Hasilnya, kamu merasa bodoh dan bergantung pada dia untuk validasi).
Kenapa ini berbahaya? Karena bisa mengikis kepercayaan diri. Komentar negatif terselubung membuat kamu meragukan diri sendiri. Selain itu, bisa menyebabkan ketergantungan emosional. Kamu merasa perlu validasi dari pasangan untuk merasa berharga. Tak hanya itu, bisa juga menciptakan rasa malu dan tidak nyaman. Kamu sering merasa tidak dihargai atau dihormati, terutama di depan orang lain.
Solusinya, tegaskan batasan, beritahu pasangan bahwa komentar seperti itu menyakiti perasaanmu, meskipun dia menganggapnya bercanda. Selanjutnya, cari dukungan dari orang terdekat. Bicarakan pengalaman kamu untuk mendapatkan perspektif objektif. Terakhir, evaluasi hubungan. Jika perilaku ini berlanjut, pertimbangkan apakah hubungan ini sehat untuk kamu. Hubungan yang sehat menghormati dan menghargai kamu, bukan membuat kamu merasa kecil dengan komentar halus yang merendahkan.
Cara Menghadapi Manipulasi Emosi
- Kenali Pola Manipulasi. Sadari bahwa kamu sedang dimanipulasi agar bisa melindungi diri secara mental.
- Tetapkan Batasan. Berani katakan tidak saat pasangan mencoba membuat kamu merasa bersalah atau bingung.
- Jangan Biarkan Perasaan Bersalah Mengontrol Kamu. Ingat, kamu tidak bertanggung jawab atas perasaan pasangan yang tidak sehat.
- Bicara dengan Orang Terdekat. Mendengar sudut pandang orang lain bisa membantu kamu melihat situasi dengan lebih jelas.
- Cari Bantuan Profesional Jika Dibutuhkan. Konseling atau terapi bisa membantu kamu memproses emosi dan membuat keputusan yang tepat.
Ingat, hubungan sehat adalah hubungan di mana kamu tidak perlu merasa takut atau ragu menjadi diri sendiri. Kamu pantas berada dalam hubungan di mana perasaanmu dihargai dan didengarkan.
Selanjutnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #3: Kekerasan (verbal/fisik)
- Sebelumnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #1: Kontrol Berlebihan
Yuk, gabung di saluran WhatsApp Sapa Institute untuk info dan tips lainnya: https://whatsapp.com/channel/0029VastnW35q08a8yoKGn05