Toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat dan bikin kamu merasa tertekan, sedih, atau tidak dihargai. Dalam hubungan ini, salah satu atau kedua pihak sering saling menyakiti, baik secara fisik, emosional, atau mental.Ciri-ciri Toxic Relationship: kontrol berlebihan, manipulasi emosi, kekerasan (verbal/fisik), cemburu berlebihan dan posesif, dan tidak ada dukungan.
C. KEKERASAN (VERBAL DAN FISIK)
Apa itu Kekerasan Verbal dan Fisik dalam Toxic Relationship?
Menghina, merendahkan, atau bahkan melakukan kekerasan fisik.
Kekerasan dalam hubungan bukan hanya tentang kekerasan fisik, tetapi juga bisa berupa kekerasan verbal. Keduanya sama-sama merusak dan dapat meninggalkan luka emosional jangka panjang.
- Kekerasan Verbal: Kata-kata yang menyakiti, menghina, atau merendahkan pasangan.
- Kekerasan Fisik: Tindakan kekerasan terhadap tubuh pasangan, seperti memukul atau mendorong.
Contoh Kekerasan Verbal dalam Hubungan:
1. Penghinaan atau Kata-Kata Kasar
Penghinaan dan kata-kata kasar adalah bentuk kekerasan verbal di mana pasangan menggunakan ucapan yang merendahkan, mengejek, atau menyakitkan untuk menyerang harga diri kamu. Ini bukan hanya saat marah, tetapi bisa terjadi secara konsisten, membuat kamu merasa rendah dan tidak berharga.
Contoh:
- “Kamu tuh bodoh banget, gimana sih?” (Pasangan sering memanggil dengan sebutan merendahkan, bukan untuk bercanda).
- “Makanya, jangan terlalu gemuk. Gak heran kalau orang gak suka.” (Komentar menyakitkan tentang fisik atau sifat pribadi kamu).
- “Kamu gak ada gunanya sama sekali.” (Menghina saat marah. Kata-kata kasar digunakan untuk melukai kamu dalam konflik).
- “Jangan sok tahu deh, pendapat kamu gak penting.” (Meremehkan opini atau ide kamu. Pasangan selalu mengecilkan kontribusi kamu dalam percakapan atau diskusi).
- “Dia tuh emang lemot, sabar aja.” (Membuat kamu malu di depan orang lain. Pasangan sengaja menghina kamu di depan teman atau keluarga).
Kenapa ini berbahaya? Tentu, bisa menghancurkan kepercayaan diri. Kamu merasa rendah dan tidak dihargai. Selain itu, bisa membuat kamu takut berbicara atau berpendapat. Kamu mulai menghindari diskusi agar tidak disakiti. Kekerasan verbal juga dapat mengganggu kesehatan mental. Penghinaan yang terus-menerus dapat menyebabkan stres, kecemasan, bahkan depresi.
Solusinya, beritahu pasangan bahwa kamu tidak akan menerima kata-kata kasar. Selanjutnya, jangan membenarkan kekerasan verbal. Ingat bahwa kemarahan bukan alasan untuk menghina. Terakhir, evaluasi hubungan. Jika penghinaan terus terjadi, pertimbangkan untuk keluar dari hubungan yang tidak sehat. Hubungan yang sehat menghargai komunikasi yang baik dan tidak menggunakan kata-kata untuk melukai.
2. Merendahkan dan Mempermalukan di Depan Orang Lain
Ini adalah bentuk kekerasan emosional di mana pasangan dengan sengaja menghina atau mempermalukan kamu di depan orang lain untuk menunjukkan kekuasaan atau membuat kamu merasa rendah. Hal ini bisa dilakukan secara langsung atau terselubung dengan alasan bercanda.
Contoh:
- “Dia selalu malas, mana mungkin bisa diandalkan.” (Pasangan mempermalukan kamu dengan mengungkapkan kekurangan di depan orang lain, teman atau keluarga).
- “Lihat tuh, dia gak bisa apa-apa tanpa aku!” (Pasangan sengaja mempermalukan kamu di depan teman atau keluarga untuk membuatmu merasa rendah diri).
- “Ya ampun, kamu gak tahu ya cara bayar di sini? Hahaha.” (Pasangan menyindir, berpura-pura bercanda, tapi sebenarnya merendahkan kamu).
- “Baju itu kayaknya gak cocok buat kamu, deh.” (Mengkritik penampilan atau pilihan kamu di depan umum. Komentar ini membuat kamu merasa malu atau tidak percaya diri).
- “Kamu ingat gak waktu kamu bikin kacau acara itu? Lucu banget!” (Mengingatkan kamu akan kesalahan di momen yang tidak tepat untuk membuat kamu malu).
- “Lihat tuh, si X lebih pintar dari kamu. Harusnya kamu kayak dia.” (Pasangan sengaja membandingkan kamu dengan orang lain untuk mempermalukan dan menurunkan harga dirimu).
Kenapa ini berbahaya? Merendahkan dan mempermalukan bisa merusak kepercayaan diri. Kamu mulai merasa rendah diri dan tidak dihargai. Selain itu bisa meningkatkan ketergantungan emosional. Kamu terus-menerus mencari persetujuan pasangan. Tak hanya itu, hal itu bisa juga menciptakan lingkungan tidak sehat. Kamu merasa tidak aman, bahkan di sekitar orang terdekat.
Solusinya, beritahu pasangan bahwa kamu tidak nyaman dengan perilakunya. Cari dukungan dari teman atau keluarga, berbagi cerita untuk mendapatkan perspektif objektif. hubungan ini mungkin tidak sehat untukmu. Hubungan yang sehat mengutamakan penghargaan dan rasa hormat, bukan mempermalukan atau merendahkan, terutama di depan orang lain.
3. Ancaman atau Intimidasi
Ancaman dan intimidasi adalah upaya pasangan untuk mengendalikan kamu dengan menakut-nakuti atau membuat kamu merasa terancam secara fisik, emosional, atau psikologis. Perilaku ini membuat kamu merasa terpaksa mengikuti keinginannya agar terhindar dari konsekuensi negatif.
Contoh:
- “Kalau kamu gak nurut, aku bakal cari orang lain.” (Pasangan menggunakan ancaman putus untuk memaksa kamu menuruti keinginannya).
- “Kalau kamu ninggalin aku, aku gak tahu lagi gimana nasibku. Mungkin aku bakal nyakitin diri sendiri.” (Dia memanipulasi kamu dengan ancaman emosional agar tetap dalam hubungan).
- Memukul dinding atau membanting barang di dekat kamu saat marah. Pasangan tidak menyerang kamu langsung tapi menciptakan rasa takut.
- “Kalau kamu bikin masalah, aku bakal bongkar semua rahasia kamu ke teman-teman.” (Dia mengancam akan mengungkap rahasia atau menggunakan informasi pribadi kamu sebagai alat untuk mengontrol).
- “Kamu tahu kan aku bisa bikin kamu nyesel?” (Dengan tatapan mengancam. Nada atau gestur intimidatif digunakan untuk menunjukkan kekuasaan dan membuat kamu takut).
- “Kalau kamu ninggalin aku, lihat aja apa yang akan terjadi!” (Ancaman bisa berupa kekerasan, menyakiti diri sendiri, atau bahkan memutus hubungan sosialmu).
Kenapa ini berbahaya? Ancaman atau intimidasi akan menciptakan rasa takut dan ketidaknyamanan. Kamu merasa terpaksa mengikuti keinginan pasangan. Selain itu, bisa merusak kesehatan mental sehingga kamu terus-menerus merasa terancam bisa memicu kecemasan dan stres, akibatnya akan mengurangi rasa aman dalam hubungan. Kamu merasa tidak berdaya dan sulit keluar dari situasi.
Solusinya, jangan merasa bersalah atau bertanggung jawab. Kamu tidak bertanggung jawab atas ancaman pasangan. Segera cari dukungan dari orang terdekat. Berbicaralah dengan teman, keluarga, atau profesional. Selalu pertimbangkan keselamatan kamu. Jika ada ancaman serius, segera pertimbangkan langkah untuk keluar dari hubungan dengan aman. Hubungan yang sehat adalah tentang rasa aman dan saling menghormati, bukan menggunakan ancaman atau intimidasi sebagai alat kontrol.
4. Menyalahkan Kamu Terus-Menerus
Ini adalah perilaku di mana pasangan selalu mencari kesalahan kamu dalam berbagai situasi, bahkan untuk hal-hal kecil atau di luar kendali kamu. Tujuannya adalah membuat kamu merasa bertanggung jawab atas semua masalah dan menurunkan kepercayaan diri kamu.
Contoh:
- “Aku marah karena kamu bikin aku kesal!” (Pasangan tidak mau bertanggung jawab atas emosinya dan menyalahkan kamu).
- “Kita sering bertengkar karena kamu gak pernah dengar apa yang aku mau.” (Menyalahkan jika ada masalah dalam hubungan. Selalu menempatkan kamu sebagai sumber masalah).
- “Kalau kamu gak mau minta maaf, berarti kamu gak sayang aku.” (Menuntut kamu minta maaf untuk hal yang bukan salahmu. Dia memaksa kamu mengakui kesalahan yang sebenarnya bukan milik kamu).
- “Aku gak jadi sukses karena kamu terlalu banyak ganggu aku.” (Menyalahkan kamu atas kegagalannya. Pasangan melimpahkan tanggung jawab atas kegagalannya kepadamu).
- “Kita terlambat karena kamu lama siap-siap, bukan salah aku.” (Menyalahkan keadaan yang tidak terkendali. Bahkan dalam situasi yang bukan sepenuhnya tanggung jawab kamu, pasangan tetap mencari alasan untuk menyalahkan).
- “Kamu selalu bikin aku marah. Ini semua salah kamu!” (Kamu dijadikan kambing hitam atas segala masalah, hingga merasa bersalah terus-menerus).
Kenapa ini berbahaya? Perlakuan itu bisa membuat kamu meragukan diri sendiri. Kamu mulai merasa semua kesalahan adalah milikmu. Selain itu, kamu terus-menerus mencari cara untuk menyenangkan pasangan. Perlakuan itu juga bisa merusak kesehatan mental. Rasa bersalah yang tidak beralasan bisa memicu stres dan depresi.
Solusinya, beritahu pasangan bahwa kamu tidak selalu bisa disalahkan. Selanjutnya, kenali pola manipulatif. Sadari bahwa kamu tidak bertanggung jawab atas semua masalah. Jika pola ini terus berlanjut, pertimbangkan apakah hubungan ini sehat untuk kamu. Hubungan yang sehat adalah tentang bertanggung jawab bersama, bukan selalu menyalahkan satu pihak.
Contoh Kekerasan Fisik dalam Hubungan:
1. Memukul, Menampar, atau Mendorong
Ini adalah bentuk kekerasan fisik di mana pasangan menggunakan kontak fisik yang menyakitkan atau agresif untuk menakut-nakuti, mengontrol, atau melampiaskan kemarahan. Kekerasan ini sering kali dianggap sebagai “ledakan sesaat”, tetapi dampaknya bisa sangat berbahaya secara fisik dan emosional.
Contoh:
- “Kamu bikin aku marah! Jadi aku gak bisa nahan diri.” (Memukul saat bertengkar, pasangan memukul kamu di lengan atau wajah sebagai respons atas argumen).
- “Diam! Kamu gak tahu apa-apa.” (disertai tamparan). (Menampar karena hal sepele. Kekerasan digunakan untuk menghentikan atau mengintimidasi kamu).
- “Jangan dekat-dekat aku!” sambil mendorong dengan keras. (Mendorong kamu dengan kasar ke dinding atau menjauh saat sedang emosi).
- “Jangan coba-coba melawan aku!” (Menggunakan kontak fisik untuk mengancam. Mengangkat tangan atau mengepalkan tangan, seolah akan menyerang, meski tidak sampai melakukannya).
- “Aku gak bakal segan kalau kamu masih ngeyel!” (Menyerang benda di sekitar, membanting atau melempar barang di dekat kamu untuk membuat kamu takut).
Kenapa ini berbahaya? Tentu saja, perlakukan di atas bisa mengancam keselamatan fisik, kontak fisik yang kasar bisa menyebabkan cedera serius. Selain itu, bisa meningkatkan trauma emosional, kekerasan fisik menciptakan ketakutan dan perasaan tidak aman, sehingga bisa juga memperburuk kesehatan mental, karena kekerasan berulang dapat memicu kecemasan, depresi, atau PTSD.
Solusinya, jangan diam atau menormalisasi kekerasan. Kekerasan fisik bukan hal yang wajar dalam hubungan. Segera cari dukungan dan perlindungan. Hubungi teman, keluarga, atau layanan darurat untuk bantuan. Pertimbangkan untuk keluar dari hubungan. Kekerasan fisik adalah tanda serius bahwa hubungan tidak sehat dan bisa semakin memburuk. Hubungan yang sehat tidak pernah melibatkan kekerasan, dan keselamatan kamu adalah prioritas utama.
2. Mencekik atau Menarik Rambut
Jangan dianggap remeh, ini adalah termasuk bentuk kekerasan fisik yang ekstrem di mana pasangan melakukan tindakan berbahaya seperti mencekik atau menarik rambut untuk mengontrol, menghukum, atau menakut-nakuti. Kekerasan ini sangat serius karena bisa menyebabkan cedera fisik, trauma emosional, dan bahkan membahayakan nyawa.
Contoh:
- “Diam atau aku beneran gak tahu apa yang bakal terjadi!” (Mencekik saat bertengkar, pasangan menekan leher kamu dengan tangan saat kamu dianggap “membantah.”)
- “Ayo, ikut aku sekarang!” sambil menarik rambut. (Dia menarik rambut kamu dengan kasar untuk memaksa kamu diam atau mengikuti perintah).
- “Kamu tahu kan apa yang bakal terjadi kalau kamu gak nurut?” (Dia menggunakan kekerasan sebagai ancaman, mencekik sebentar untuk menunjukkan bahwa dia bisa melakukan lebih jika kamu melawan).
- “Aku gak sengaja, aku lagi emosi banget tadi.” (Menyakiti dengan alasan “kelepasan”. Setelah menarik rambut atau mencekik, dia minta maaf dengan alasan emosi tidak terkendali).
- “Sekali lagi kamu bandel, kamu bakal ngerasain lagi.” (Mengancam akan mengulangi kekerasan. Kekerasan digunakan sebagai alat kontrol untuk menjaga kamu tetap takut).
Kenapa ini berbahaya? Kekerasan ini bisa membahayakan nyawa. Mencekik dapat menghambat pernapasan dan menyebabkan cedera serius. Tentu saja, bisa menyebabkan trauma emosional. Kekerasan seperti ini membuat kamu hidup dalam ketakutan. Tindakan ini sering kali berlanjut dan semakin parah jika tidak dihentikan.
Solusinya, segera cari pertolongan. Hubungi teman, keluarga, atau layanan darurat jika kamu mengalami kekerasan. Jangan diam atau membenarkan kekerasan. Ini bukan tindakan yang bisa dianggap “wajar” atau “kelepasan.” Pertimbangkan juga untuk keluar dari hubungan secepatnya. Kekerasan fisik semacam ini menunjukkan bahwa hubungan sangat tidak aman. Kekerasan fisik seperti mencekik dan menarik rambut adalah tanda bahaya serius, dan keselamatan kamu harus selalu menjadi prioritas.
3. Melempar Benda atau Menghancurkan Barang
Ini adalah bentuk kekerasan fisik tidak langsung, di mana pasangan melampiaskan kemarahan dengan melempar atau merusak barang untuk menakut-nakuti kamu. Tindakan ini tidak selalu melibatkan kekerasan langsung ke tubuh kamu, tetapi menciptakan rasa takut dan intimidasi.
Contoh:
- “Kamu bikin aku kesal!” sambil melempar ponsel atau gelas. (Barang dilempar dengan sengaja untuk menunjukkan kemarahan).
- “Aku udah gak tahan!” sambil membanting pintu atau kursi dengan keras. (Tindakan ini menciptakan ketakutan dan rasa tidak aman).
- “Biar kamu tahu rasanya!” sambil merusak barang yang berarti bagi kamu, seperti hadiah atau kenang-kenangan. (Kekerasan ini digunakan untuk menyakiti kamu secara emosional).
- Memecahkan piring atau TV saat marah untuk melampiaskan frustrasi. Barang dirusak agar kamu merasa tertekan dan bersalah.
- “Lain kali jangan coba-coba bikin aku marah!” (Melempar benda seperti remote atau botol dengan sengaja mendekati kamu, meskipun tidak sampai mengenai.)
Kenapa ini berbahaya? Tindakan ini menciptakan lingkungan tidak aman, Kamu selalu merasa takut dan cemas akan ledakan berikutnya. Tindakan ini juga berpotensi menjadi kekerasan langsung, bisa meningkat menjadi kekerasan fisik langsung. Tentu saja, tindakan ini bisa merusak kesehatan emosional. Kekerasan tidak langsung bisa membuat kamu merasa terancam dan tak berdaya.
Solusinya, beritahu pasangan bahwa tindakan seperti itu tidak dapat diterima. cari dukungan dan pertolongan. Bicarakan dengan teman, keluarga, atau konselor untuk mendapatkan bantuan. Jika perilaku ini berlanjut, evaluasi hubungan dan pertimbangkan untuk keluar dari hubungan demi keselamatan kamu. Hubungan yang sehat tidak pernah melibatkan kekerasan atau intimidasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
4. Menghalangimu Pergi atau Memaksa Kontak Fisik
Ini adalah bentuk kontrol dan kekerasan fisik atau emosional, di mana pasangan mencegah kamu meninggalkan situasi atau memaksa kontak fisik tanpa persetujuan. Tindakan ini digunakan untuk mengontrol dan menekan kamu agar merasa terjebak.
Contoh:
- “Kamu gak boleh pergi sebelum kita selesai!” sambil berdiri di depan pintu atau memblokir jalan. (Kamu dicegah untuk meninggalkan situasi konflik).
- “Kamu dengerin aku dulu!” sambil menarik lengan kamu dengan keras. (Kontak fisik dilakukan untuk menghentikan kamu).
- “Peluk aku dulu, kalau gak berarti kamu gak sayang.” (Memaksa pelukan atau ciuman saat kamu menolak. Kontak fisik dipaksakan meski kamu sudah jelas menolak).
- “Aku gak kasih kunci mobil kamu sampai kita selesai ngomong!” sambil mengambil kunci atau barang supaya kamu tidak bisa pergi. Tidndakan ini digunakan untuk memanipulasi kamu agar tetap di tempat.
- “Aku gak akan lepas sampai kamu setuju sama aku.” (Memeluk atau menekan tubuh kamu secara paksa supaya kamu tidak bisa bergerak).
Kenapa ini berbahaya? Tindakan ini bisa mengancam kebebasan dan otonomi. Kamu dipaksa tinggal atau melakukan kontak fisik yang tidak kamu inginkan. Selain itu, bisa meningkatkan risiko kekerasan fisik. Perilaku ini bisa berkembang menjadi kekerasan lebih serius. Tindakan ini juga bisa merusak kesehatan mental. Kamu bisa merasa terjebak dan tidak berdaya.
Solusinya, tegaskan bahwa kamu punya hak untuk pergi atau menolak kontak fisik. Segera cari dukungan dan dantuan. Beritahu orang terdekat tentang situasimu. Ingat, selalu prioritaskan keselamatan. Jika pasangan terus melakukan ini, pertimbangkan langkah untuk keluar dari hubungan. Hubungan yang sehat menghormati batasan dan kebebasan kamu, tanpa memaksa atau menghalangi keinginanmu.
Cara Mencegah dan Menangani Kekerasan dalam Hubungan
- Jangan menormalisasi kekerasan dengan berpikir bahwa itu “biasa” atau “karena cinta.”
- Jangan biarkan kekerasan pertama terulang. Jika pasangan menunjukkan tanda-tanda kekerasan, segera ambil tindakan.
- Ceritakan kepada teman, keluarga, atau komunitas yang bisa membantu.
- Jika situasi mengancam keselamatanmu, cari tempat aman untuk pergi dan simpan kontak darurat.
- Hubungi layanan bantuan atau konselor. Lembaga pendamping kekerasan domestik atau konselor bisa memberikan bantuan dan dukungan lebih lanjut.
Tips Keluar dari Hubungan dengan Kekerasan
- Jangan biarkan rasa takut menahanmu. Kamu berhak hidup tanpa kekerasan dan ketakutan. Keluar dari hubungan ini adalah keputusan tepat.
- Hindari komunikasi setelah keluar. Blokir akses pasangan ke kontak dan media sosialmu untuk mencegah manipulasi atau ancaman.
- Pemulihan diri. Fokus pada penyembuhan fisik dan emosional. Cari terapi atau dukungan profesional jika diperlukan.
- Percaya bahwa kamu pantas dapat hubungan sehat. Cintai diri sendiri dan percaya bahwa kamu layak mendapatkan pasangan yang memperlakukanmu dengan hormat dan kasih sayang.
Ingat, kekerasan dalam bentuk apa pun bukan tanda cinta. Kamu tidak sendiri, dan banyak orang serta lembaga siap membantu kamu keluar dan memulai hidup baru.***
Selanjutnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #4: Cemburu Berlebihan dan Posesif
- Sebelumnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #1: Kontrol Berlebihan
- Sebelumnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #2: Manipulasi Emosi
Yuk, gabung di saluran WhatsApp Sapa Institute untuk info dan tips lainnya: https://whatsapp.com/channel/0029VastnW35q08a8yoKGn05