Mengenal Toxic Relationship | Bagian #4: ⁠ Cemburu Berlebihan dan Posesif

  • Whatsapp

Toxic relationship adalah hubungan yang tidak sehat dan bikin kamu merasa tertekan, sedih, atau tidak dihargai. Dalam hubungan ini, salah satu atau kedua pihak sering saling menyakiti, baik secara fisik, emosional, atau mental.Ciri-ciri Toxic Relationship: kontrol berlebihan, manipulasi emosi, kekerasan (verbal/fisik), cemburu berlebihan dan posesif, dan tidak ada dukungan.

D. CEMBURU BERLEBIHAN DAN POSESIF

Apa itu Cemburu Berlebihan dan Posesif dalam Toxic Relationship?

Tidak percaya dan selalu curiga dengan siapa kamu berinteraksi.

Cemburu adalah perasaan wajar dalam hubungan, tapi jika berlebihan dan tidak terkendali, itu bisa berubah menjadi posesif. Posesif adalah ketika pasangan merasa ingin menguasai dan mengontrol kamu sepenuhnya karena takut kehilangan, hingga kamu merasa terkekang dan tidak bebas.

Contoh Cemburu Berlebihan dan Posesif:

1. Melarang Bergaul dengan Orang Lain

Ini adalah bentuk kontrol sosial di mana pasangan mencoba mengisolasi kamu dari teman, keluarga, atau komunitas dengan melarang atau membatasi interaksi kamu. Tujuannya adalah membuat kamu bergantung secara emosional hanya pada pasangan dan kehilangan dukungan dari orang-orang di sekitar.

Contoh:

  • “Kamu gak boleh nongkrong sama dia lagi. Aku gak suka!” (Melarang bertemu dengan teman lawan jenis. Cemburu dijadikan alasan untuk membatasi pergaulan).
  • “Kamu pilih aku atau mereka?” (Pasangan memaksa memutus hubungan dengan sahabat atau keluarga, memaksa kamu memilih dia daripada orang-orang terdekat).
  • “Aku gak mau kamu chat sama mereka lagi.” (Mengatur siapa saja yang boleh dihubungi. Kamu dipaksa memutus kontak dengan teman-teman tertentu).
  • “Mereka itu gak pantas buat kamu, kamu gak perlu teman kayak gitu.” (Mengkritik atau menghina teman-teman Kamu. Pasangan menggunakan hinaan untuk membuat kamu menjauh dari teman-temanmu).
  • “Kamu lebih pilih nongkrong sama teman daripada sama aku?” (Marah jika kamu terlalu lama bersosialisasi. Dia membuat kamu merasa bersalah setiap kali bersosialisasi).

Kenapa ini berbahaya? Hal itu bisa mengisolasi kamu secara sosial. Kamu kehilangan jaringan dukungan dari teman dan keluarga. Di situasi seperti itu, kamu merasa hanya pasangan yang bisa diandalkan. Kamu juga akan merasa terisolasi, sehingga dapat memicu kecemasan dan depresi.

Solusinya, segera ingatkan pasangan bahwa kamu berhak menjalin hubungan sosial yang sehat. Jangan lupa, pertahankan jaringan dukungan, terus berkomunikasi dengan teman dan keluarga. Jika pasangan terus mengisolasi kamu, pertimbangkan untuk keluar dari hubungan demi kesejahteraan kamu. Hubungan yang sehat memberikan ruang untuk kamu bergaul dan bersosialisasi, tanpa rasa cemburu atau kontrol berlebihan.

2. Selalu Curiga Tanpa Alasan

Ini adalah pola perilaku di mana pasangan terus-menerus merasa curiga terhadap kamu, meski tidak ada bukti atau alasan yang jelas. Sikap ini biasanya muncul karena kurangnya rasa percaya dan digunakan untuk mengontrol atau menekan kamu.

Contoh:

  • “Kamu pasti ada hubungan sama dia, kan? Aku tahu!” (Pasangan menuduh selingkuh tanpa bukti. Setiap interaksi dengan lawan jenis dicurigai sebagai perselingkuhan).
  • “Aku cuma mau cek, kamu lagi chat sama siapa.” (Pasangan memeriksa ponsel atau media sosial tanpa izin. Dia selalu ingin tahu siapa saja yang kamu hubungi, bahkan tanpa alasan jelas).
  • “Beneran kerja tadi? Kenapa gak ada foto atau bukti kamu di kantor?” (Pasangan selalu mempertanyakan kegiatan harian kamu. Kamu dituntut selalu memberikan bukti tentang aktivitasmu).
  • “Kamu bilang mau tidur, tapi kenapa masih online?” (Setiap aktivitas dianggap mencurigakan dan menuntut penjelasan).
  • “Siapa aja yang ada di sana? Ngapain aja?” (Pasangan selalu menginterogasi jika kamu pergi dengan teman. Setiap pertemuan sosial dianggap mencurigakan dan kamu diintrogasi setelahnya).
  • “Kamu beneran di rumah? Kenapa aku gak percaya, deh?” (Pasangan terus curiga dan meragukan apa yang kamu katakan atau lakukan, meskipun tidak ada alasan untuk itu).

Kenapa ini berbahaya? Kecurigaan tanpa alasan itu bisa merusak kepercayaan. Hubungan menjadi tegang karena kamu selalu dianggap salah, sehingga kamu merasa terjebak dan terus-menerus diawasi. Rasa curiga pasangan seperti itu bisa membuat kamu takut untuk beraktivitas normal.

Solusinya, jelaskan padanya bahwa bahwa hubungan harus didasari rasa percaya. Jangan izinkan pasangan melanggar privasi kamu, seperti memeriksa ponsel tanpa izin. Jika pasangan terus menerus mencurigai tanpa alasan, hubungan ini mungkin tidak sehat untuk dipertahankan. Hubungan yang sehat dibangun atas kepercayaan dan rasa aman, bukan curiga berlebihan yang membatasi kebebasan.

3. Mengecek Chat dan Media Sosial

Ini adalah bentuk kontrol berlebihan di mana pasangan memantau aktivitas kamu di chat atau media sosial tanpa izin. Tindakan ini melanggar privasi dan biasanya didasari rasa curiga atau ketidakpercayaan, meski tidak ada alasan yang jelas.

Contoh:

  • “Kalau kamu gak ada yang disembunyiin, kasih aja password kamu.” (Meminta akses ke ponsel atau password media sosial. Pasangan menganggap hubungan berarti kamu tidak boleh punya privasi).
  • Saat kamu ke kamar mandi, pasangan diam-diam membuka ponsel kamu untuk melihat pesan. Pasangan memeriksa chat tanpa izin saat kamu tidak melihat. Ini dilakukan untuk mencari sesuatu yang mencurigakan, meski tidak ada bukti.
  • “Screenshot chat kamu sama dia, biar aku yakin.” (Pasangan minta screenshot obrolan dengan teman, menuntut transparansi berlebihan dan membuat kamu tidak nyaman).
  • “Kenapa kamu like foto dia?” atau “Kenapa gak pernah post foto kita di story?” (Pasangan mengkritik atau Memarahi karena Postingan atau Like. Setiap aktivitas kamu di media sosial dianggap punya makna tersembunyi).
  • “Unfollow dia sekarang, aku gak suka kamu interaksi sama dia.” (Pasangan mengatur siapa yang boleh di follow atau di chat.  Kontrol ini membuat kamu kehilangan hak untuk bersosialisasi bebas di media digital).

Kenapa ini berbahaya? Kontrol itu merusak privasi dan kepercayaan. Hubungan yang sehat menghormati ruang pribadi masing-masing. Dalam situasi seperti itu, kamu selalu merasa diawasi dan takut melakukan kesalahan kecil. Kamu bisa merasa terjebak dan kehilangan interaksi sosial yang sehat.

Solusinya, jelaskan pada pasangan bahwa setiap orang berhak atas privasi, bahkan dalam hubungan. Pertahankan hak sosial kamu, jangan biarkan pasangan memaksa kontrol berlebihan atas media sosial kamu. Jika perilaku ini terus berlanjut, hubungan tersebut mungkin tidak sehat. Hubungan yang baik menghormati privasi dan tidak memaksa kamu membuka setiap aspek kehidupan pribadi.

4. Mengontrol Waktu dan Kegiatan

Ini terjadi ketika pasangan mencoba mengatur jadwal dan aktivitas kamu secara berlebihan. Tujuannya adalah mengurangi kebebasan kamu dan memastikan kamu selalu berada dalam kendalinya.

Contoh:

  • “Jam berapa kamu sampai? Kasih tahu setiap kali pindah tempat!” (Kamu diwajibkan selalu memberikan update tentang lokasi dan kegiatan).
  • “Jangan keluar malam-malam, gak pantas!” atau “Gak usah ikut acara itu.” (Pasangan mengatur kapan dan dengan siapa kamu bisa keluar).
  • “Kamu lebih senang nongkrong sama teman-teman daripada sama aku.” (Dia marah jika kamu menghabiskan waktu tanpa dia. Dia membuat kamu merasa bersalah karena tidak selalu bersamanya).
  • “Udah gak usah ketemu mereka, temenin aku aja.” (Dia memaksa kamu membatalkan rencana pribadi. Dia menuntut kamu mengutamakan dia di atas semua rencana lain).
  • “Kenapa baru pulang sekarang? Tadi bilangnya cuma sebentar.” (Dia menginterogasi jika kamu terlambat atau mengubah Rencana. Setiap perubahan kecil dalam jadwal kamu dianggap mencurigakan).
  • “Kamu harus selalu kasih tahu aku kalau pergi dan kapan pulangnya.” (Pasangan ingin tahu detail kegiatan kamu dan terus memantau agar kamu tidak melakukan sesuatu tanpa sepengetahuannya).

Kenapa ini berbahaya? Kontrol seperti itu bisa membuat kamu merasa terikat dan tidak bisa membuat keputusan sendiri, membuat kamu merasa cemas dan takut melakukan kesalahan, dan kamu kehilangan ruang untuk berkembang secara pribadi dan sosial.

Solusinya, jelaskan bahwa kamu punya hak untuk menentukan aktivitas sendiri. Jangan biarkan pasangan membuat kamu bergantung sepenuhnya padanya. Jika kontrol berlebihan terus berlanjut, pertimbangkan untuk mencari bantuan atau keluar dari hubungan. Hubungan yang sehat menghormati waktu dan kegiatan pribadi tanpa kontrol berlebihan atau tuntutan yang tidak wajar.

5. Marah Saat Kamu Tidak Segera Merespon

Ini adalah perilaku di mana pasangan bereaksi berlebihan ketika kamu tidak segera membalas pesan atau panggilannya. Tindakan ini didasari rasa cemas, kontrol berlebihan, atau kurangnya rasa percaya dan membuat kamu merasa selalu harus siaga.

Contoh:

  • “Kamu di mana? Kenapa gak bales?” diikuti banyak pesan dalam hitungan menit. (Dia mengirim pesan berulangkali dalam waktu singkat. Dia panik dan menuntut balasan segera).
  • “Lama banget balasnya, kamu lagi apa sih?” (Dia memarahi atau menyalahkan jika kamu terlambat merespons. Dia marah meski kamu punya alasan yang wajar, seperti sibuk atau tidak memegang ponsel).
  • “Kalau kamu sayang, kamu pasti langsung bales.” (Menganggap tidak segera membalas sebagai tanda kamu tidak peduli. Dia memanipulasi emosimu agar merasa bersalah).
  • “Kamu harus selalu ada buat aku, kapan pun aku butuh.” (Dia menuntut kamu selalu siap merespons setiap waktu, memaksa kamu selalu online dan terhubung).
  • “Kalau kamu gak peduli, lebih baik kita selesai aja.” (Pasangan menggunakan ancaman untuk memaksa respons cepat, mengancam memutus hubungan karena balasan terlambat).

Kenapa ini berbahaya? Dalam situasi seperti itu, kamu merasa harus selalu siaga dan tidak punya waktu untuk diri sendiri. Kamu takut membuat pasangan marah karena keterlambatan respon dan kamu merasa terikat dan tidak punya kebebasan.

Solusinya, jelaskan ke pasangan bahwa kamu tidak selalu bisa merespons segera karena aktivitas atau pekerjaan. Kamu berhak untuk tidak selalu online atau terhubung setiap saat. Jika pasangan terus menuntut tanpa batas, pertimbangkan untuk mencari dukungan atau mengakhiri hubungan. Hubungan yang sehat menghargai ruang dan waktu kamu tanpa menuntut respons instan sepanjang waktu.

6. Memaksamu Membuktikan Kesetiaan

Ini terjadi ketika pasangan selalu meragukan kesetiaan kamu dan menuntut berbagai bentuk pembuktian untuk merasa aman. Tindakan ini biasanya muncul karena ketidakpercayaan dan membuat kamu merasa terkekang secara emosional.

Contoh:

  • “Kasih aku password, biar aku yakin kamu gak ada apa-apa di sana.” (Kamu dipaksa kehilangan privasi sebagai “bukti” kesetiaan).
  • “Kalo kamu beneran sayang, jangan pernah ngobrol sama dia lagi.” (Interaksi normal dengan orang lain dianggap ancaman bagi hubungan).
  • “Share location tiap kali pergi biar aku tahu kamu gak bohong.” (Dia meminta kamu selalu update kokasi. Kamu diharuskan memberikan akses ke lokasi setiap saat).
  • “Kalau kamu gak bisa buktiin, mungkin kita gak cocok.” (Pasangan menggunakan ancaman emosional untuk memaksakan kehendak, mengancam akan pergi jika tidak dapat bukti kesetiaan).
  • “Kalau kamu sayang aku, kamu gak akan pergi ke acara itu. Kalau kamu beneran sayang, kamu bakal nurut sama aku.” (Dia Menuntut Kamu Mengorbankan Hal Penting. Pengorbanan diminta sebagai tes kesetiaan).

Kenapa ini berbahaya? Situasi seperti itu merusak kepercayaan. Hubungan menjadi penuh kecurigaan dan kontrol. Kamu merasa terpaksa membuktikan sesuatu yang seharusnya tidak perlu. Kamu juga terus-menerus khawatir melakukan hal yang salah.

Solusinya, jelaskan bahwa kamu berhak atas privasi dan kemandirian. Ajak pasangan untuk membangun kepercayaan daripada terus menuntut bukti. Jika tuntutan semakin parah, pertimbangkan apakah hubungan tersebut layak dipertahankan. Hubungan yang sehat berdasarkan kepercayaan, bukan tuntutan bukti atau pengorbanan untuk meyakinkan pasangan.

Tips Keluar dari Hubungan Posesif:

  • Sadari Bahwa Ini Bukan Cinta Sehat. Cinta yang sehat adalah ketika kamu merasa bebas dan nyaman, bukan terkekang.
  • Posesif sering disertai ancaman, tapi kamu harus berani mengambil langkah keluar jika merasa tidak aman.
  • Cari Dukungan Teman atau Keluarga, mereka bisa membantu kamu mendapatkan perspektif dan dukungan emosional untuk keluar dari hubungan.
  • Kurangi atau Hentikan Kontak setelah keluar dari hubungan. Hindari komunikasi dengan pasangan untuk mencegah manipulasi lebih lanjut.
  • Setelah itu, fokus pada hal-hal yang kamu sukai, bangun kembali rasa percaya diri, dan ingat bahwa kamu pantas mendapat hubungan yang sehat.

Ingat, cinta yang sehat tidak mengekang atau membuat kamu merasa terancam. Hubungan yang baik memberi ruang bagi kamu untuk berkembang dan menjadi diri sendiri, bukan hubungan yang membuat kamu merasa dikontrol atau tidak dipercaya.***

Selanjutnya: Mengenal Toxic Relationship | Bagian #5: ⁠ Hubungan Tanpa Dukungan Pasangan

Yuk, gabung di saluran WhatsApp Sapa Institute untuk info dan tips lainnya: https://whatsapp.com/channel/0029VastnW35q08a8yoKGn05

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *