Gelombang Gerakan Feminisme – Bagian I

  • Whatsapp

Gagasan feminisme muncul ketika perempuan menyadari bahwa mereka tidak dihargai secara moral oleh dunia yang bersifat patriarki.

Dalam buku berjudul “Feminist Thought: A More Comprehensive Introduction” karya Rosmarie Tong mengungkapkan bahwa feminisme bukan gerakan universal yang mewakili seluruh perempuan di dunia. Namun, konsep ini sangat luas dan majemuk.

Feminisme merupakan sebuah kata yang memayungi berbagai pendekatan, pandangan, dan kerangka berpikir yang digunakan untuk menjelaskan penindasan terhadap perempuan dan menjadi jalan keluar yang digunakan untuk meruntuhkan penindasan tersebut.

Aliran pemikiran feminis dibagi menjadi tiga gelombang, yakni gelombang pertama, kedua, dan gelombang ketiga. Sebagaimana gelombang maka alirannya tidak berhenti di satu waktu, tetapi mengalir secara terus menerus dalam kurun waktu yang tidak sebentar.

Gerakan Feminisme Gelombang Pertama

Pada awal kemunculannya dari abad ke-19 hingga awal abad ke-20 berfokus pada ketidaksetaraan hukum, khususnya terkait masalah hak pilih perempuan, hak pendidikan perempuan, kondisi kerja yang lebih baik, dan penghapusan standar ganda gender.

Di Amerika Serikat, para pemimpin gerakan feminis berkampanye untuk penghapusan perbudakan secara nasional sebelum memperjuangkan hak-hak perempuan.

Feminisme gelombang pertama Amerika melibatkan banyak perempuan, beberapa di antaranya milik kelompok-kelompok Kristen konservatif, seperti Frances Willard dan Persatuan Ksatria Kristen Wanita.

Feminisme gelombang pertama juga terjadi di berbagai belahan dunia, seperti Persia, dengan seorang Tahirih yang merupakan penyair dan pemuka agama menyerukan kesetaraan wanita dalam eksekusi.

Kemudian terdapat Louise Dittmar dari Jerman yang berkampanye untuk hak-hak perempuan pada tahun 1840-an.

Perempuan asal Jepang bernama Fusae Ichikawa sebagai aktivis perempuan yang berkampanye untuk hak pilih perempuan.

Mary Lee aktif dalam gerakan pemilihan umum di Australia Selatan, ia merupakan koloni Australia pertama yang memberi perempuan hak pilih pada tahun 1894. Di Selandia Baru, Kate Sheppard dan Mary Ann Müller bekerja untuk mencapai suara untuk perempuan pada tahun 1893.

Akhir dari Feminisme Gelombang Pertama

Feminisme gelombang pertama dirasa ambivalensi. Pasalnya, para feminis gelombang pertama sangat berhati-hati untuk menghindari stereotip yang akan mengganggu kehidupan pribadinya.

Selain itu, gerakan ini hanya memperjuangkan hak perempuan lajang dari kelas menengah ke atas, terutama dengan intelektualitas tinggi. Ditambah, gerakan mereka hanya sebatas isu-isu tertentu saja dan belum adanya kesadaran terkait isu feminisme yang lebih luas.

Dan kritik yang paling mencolok adalah para aktivis perempuan tetap mengandalkan kaum laki-laki untuk mencapai tujuan-tujuan mereka.

Dengan begitu, feminisme gelombang pertama di Amerika Serikat dianggap telah berakhir dengan disahkannya Amandemen Kesembilan Belas Konstitusi Amerika Serikat (1920), yang memberi perempuan kulit putih hak untuk memilih di Amerika Serikat.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *