Media Sosial: Adakah Ruang Aman bagi Perempuan?

  • Whatsapp
Kekerasan Seksual Online terhadap Perempuan

“Hari ini, cara termudah bagi pelaku untuk bertemu dan melibatkan anak atau remaja untuk tujuan pelecehan seksual, pornografi, atau prostitusi adalah melalui internet.” Ungkap Dowdell dalam penelitiannya yang berjudul “Original research: online social networking patterns among adolescents, young adults, and sexual offenders”.

Perempuan tidak hanya perlu merasa awas di dunia nyata, tetapi juga di tempat di mana semua hal bersifat maya. Adanya perkembangan teknologi digital justru tidak menyediakan ruang aman bagi perempuan.

Menurut riset yang dilakukan oleh firma kemanan digital, Norton, 76% dari 1.000 responden wanita yang berusia dibawah 30 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online.

Di antaranya, ajakan chat yang menggoda dan mengganggu di beberapa platform media sosial, seperti Facebook, Twitter, Instagram, Whatsapp, BBM, dan lainnya.

Dalam hasil survey lainnya yang dilakukan oleh Mitchell, Finkelhor, dan Wolak (2003) melaporkan bahwa 62% dari remaja di Australia menerima email terkait kekerasan seksual yang tidak diinginkan ke alamat pribadi mereka, 92% merupakan pengirim tidak dikenal.

Survey tersebut menunjukkan tidak terciptanya lingkungan yang nyaman di media online bagi perempuan. Bahkan di akun pribadi yang sulit diakses oleh orang lain sekalipun.

Ancaman Revenge Porn

Dilansir dari ECPAT Indonesia, dari 15 tipe kekerasan seksual di ruang online, yang paling sering muncul adalah revenge porn, atau ancaman menyebar konten pribadi ke ranah publik.

Seperti halnya kasus yang ramai diperbincangkan pada 2019 lalu, mantan kekasih Cinta Laura, Frank Garcia dikabarkan menyebarkan foto intim keduanya di akun Instagram milik Frank.

Seperti dilansir dari Liputan6, ada kemungkinan foto-foto tersebut diunggah lantaran Frank merasa sakit hati setelah diputuskan Cinta.

Dalam konteksnya, Menurut Danielle dan Mary Anne dalam jurnal “Criminalizing Revenge Porn“, foto-foto yang diunggah di media sosial dapat termasuk gambar yang diperoleh tanpa persetujuan korban, seperti rekaman tersembunyi atau rekaman kekerasan seksual.

Ada pula gambar yang diperoleh atas persetujuan korban, biasanya karena adanya hubungan pribadi atau rahasia.

Meskipun begitu, persetujuan diberikan hanya untuk pengambilan gambar, bukan untuk disebarluaskan kepada khalayak ramai, apalagi menjadi konsumsi netizen di media sosial.

Hak Perempuan di Media Sosial

Dibanding memberikan peringatan bagi perempuan untuk menjaga diri –di mana seharunya perempuan dapat memiliki ruang aman di manapun mereka berada, terdapat pasal yang mengatur hak bagi perempuan untuk memiliki kebebasan berselancar di dunia maya.

Dilansir dari hakasasi.id, undang-undang perlindungan perempuan tidak terlepas dari hak-hak dasar hak asasi manusia pada umumnya.

Seperti hak atas keamanan dan privacy yang diatur dalam Pasal 28G Ayat (1) dan (2) UUD 1945 dan Pasal 17 Ayat (1) International Convenant on Civil and Political Rights.

Hak kebebasan berekspresi yang diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) UUD 1945 dan Pasal 19 Universal Declaration of Human Rights.

Selain itu, untuk kasus revenge porn yang sudah terlanjur disebarkan di media sosial, pelaku dapat dijerat Pasal 27 Ayat 1 serta Pasal 45 Ayat 1 UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE).

Pasal 29 UU Pornografi juga dapat menjerat pelaku dengan pidana penjara dan pidana denda jika terbukti menyebarluaskan konten pornografi.

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *