SAPA melaksanakan pelatihan advokasi anggaran untuk Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan di Komunitas, yang bertempat di Bandung (11-13/8/2016). Peserta yang terlibat terdiri dari berbagai unsur komunitas dan aparat desa dari 5 wilayah yaitu Desa Cipaku, Desa Mekarlaksana, Desa Mekarpawitan, Desa Loa dan Desa Wangisagara. Peserta dari unsur pemerintah desa yaitu Sekretaris Desa, BPD, Kaur Perencanaan, Bendahara Desa, PKK. Sedangkan peserta dari komunitas yaitu; Bale Istri Mekarpawian, Baleistri Cipaku, Bale Istri Wangisagara dan Bale Laki-Laki.
Tujuan kegiatan ini diharapkan bisa meningkatkan pegetahuan dan keterampilan peserta terkait analisis dan advokasi anggaran desa yang berperspektif gender untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Lahirnya Undang -Undang Desa No. 6 tahun 2014 memberikan peluang yang sangat besar bagi pemerintahan desa dan warga di desa untuk menciptakan pembangunan yang sesuai dengan potensi dan sumber daya lokal di pedesaan. Berdasarkan Undang – undang tersebut, warga adalah sebagai subjek pembangunan yang berarti partisipasi aktif warga dalam setiap proses pembangunan merupakan kunci utama keberhasilan pembangunan di tingkat desa.
Berbagai kebijakan di Indonesia pun dilahirkan oleh Pemerintah dalam percepatan pengarusutamaan gender, seperti Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, diharapkan akan memperkuat keberdayaan pemerintahan dan masyarakat Desa, meningkatkan pembangunan di bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Sehingga pada gilirannya akan berdampak pada percepatan penghapusan kemiskinan, diskriminasi, ketimpangan sosial dan ketimpangan gender, penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta berkontribusi pada tumbuh kembangnya kehidupan yang damai dan demokratis.Perspektif keadilan gender dalam undang-undang desa tercipta dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang desa.
Diharapkan, UU ini dapat menyelesaikan persoalan ketidak-adilan dan ketimpangan gender yang masih kuat terjadi diberbagai desa di seluruh Indonesia. Dalam ketentuan pasal 63 dinyatakan,bahwa tugas Badan Permusyawaratan Desa, salah satunya adalah melaksanakan kehidupan demokrasi yang berkeadilan gender dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Undang-Undang Desa dipandang merupakan UU yang sangat strategis untuk dikawal implementasinya, karena menyangkut persamaan kesempatan dan peluang bagi laki-laki dan perempuan untuk berperan dalam pembangunan pedesaan. Hadirnya undang-udang ini seharusnya membawa perubahan.
Selain itu, adanya pelibatan perempuan 30% dalam Musrenbangdes tidak menjamin bahwa kebutuhan perempuan akan terakomodir. Sebab dalam prosesnya kerap kali forum masih didominasi oleh laki-laki. Dan di hilir, usulan-usulan yang terkait dengan kebutuhan spesifik perempuan diabaikan. Misalnya kepentingan renovasi balai-balai desa lebih diutamakan dibandingkan dengan renovasi dan pengadaan fasilitas polindes.
Setiap proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pengawasan dan evaluasi. Karena tanpa pelibatan perempuan dan partisipasi perempuan di berbagai tingkatan, proses pembangunan dan peningkatan kesejahteraan kehidupan perempuan tidak dapat berjalan masksimal berberjalan maksimal.
Materi yang disampaikan dalam pelatihan yang dipandu oleh fasilitator Agus Wibowo (BIGS) ini terdiri dari materi seks dan gender, pengenalan tahapan perencaaan anggaran desa, pengenalan anggaran berperspektif gender untuk penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan dan sharing pengalaman praktek advokasi di lapangan.
Pelibatan aparatur pemerintah desa, komunitas serta stakeholder dalam pelatihan advokasi anggaran ini diharapka adanya pemahaman bersama tentang pentingnya pengalokasian anggaran untuk sistem pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhada perempuan dan anak di tingkat desa.*