Menurut Ketua Sapa Institut Sri Mulyati, diskriminasi paling banyak terjadi pada aspek kebudayaan dan agama. Tercatat ada 42 perlakukan kebijakan yang terjadi pada aspek tersebut.
Selanjutnya, adalah kriminalisasi perempuan, kontrol tubuh perempuan, pembatasan hak kebebasan agama dan tenaga kerja, ungkap Sri saat mengisi Sekolah Islam Gender (SIG) Koprs PMII Putri (Kopri) Komisariat UIN SGD Bandung, Cabang Kabupaten Bandung, akhir pekan lalu.
Khusus di Kabupaten Bandung, pihaknya mencatat terdapat 150 kasus yang ditangani selama 2016. Data tersebut merupakan kasus yang ditangani oleh pihaknya. Jika ditotal dengan kasus yang ditangani oleh pemerintah daerah, pihaknya menaksir, kasus kekerasan akan lebih tinggi.
Pihaknya prihatin 75 persen kasus yang ditangani merupakan kasus kekerasan. Tidak sedikit, korban mengalami depresi berat. Sehingga, membuat bunuh diri. Pihaknya bercerita beberapa minggu mendapati korban yang bunuh karena mendapati kekerasan seksual.
Adanya sejumlah korban kekerasan seksual yang berada di kalangan dibawah umur, di mana di keluarkan dari sekolah. Hal ini, tegas dia, membuat kelompok miskin baru.
Untuk itu, sangat diperlukan Rancangan Undang-undang (RUU) penghapusan sanksi terhadap korban kekerasan pada perempuan, katanya.
Tahun ini, rencananya, RUU tersebut akan disahkan tahun ini. Dalam kesempatan tersebut, pihaknya mengapresiasi kegiatan yang dilakukan Kopri Kabupaten Bandung. Hal tersebut bisa menambah sejumlah perempuan untuk mengubah pola pikirnya. Sehingga, menambah perempuan-perempuan yang cerdas.
Serta bisa menyadarkan perempuan lainnya dan memerangi sejumlah kekerasan pada perempuan. Paling penting, kita menambah orang-orang yang akan melakukan advokasi kepada masyarakat, pungkasnya. (Putri)
Sumber: www.cakrawalamedia.co.