Oleh Dudung Abdul Rohman*
Kalau hendak jujur, sebenarnya yang paling diuntungkan dengan kehadiran Islam adalah kaum perempuan. Betapa tidak, pada periode pra-Islam, perempuan diperlakukan layaknya bukan manusia. Mereka menjadi objek penganiayaan dan penderitaan. Karena berdasarkan mitos, bahwa perempuanlah yang menjadi penyebab terusirnya Adam dari surga. Sehingga mereka yang harus menanggung segala penderitaan dan kesengsaraan yang terjadi di dunia.
Sejarah telah menginformasikan, bahwa sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, telah hidup dan berkembang peradaban besar seperti Yunani, Romawi, India dan Cina. Juga sudah ada agama-agama yang dianut oleh masyarakat seperti Yahudi, Nasrani, Buddha, Hindu, Zoroaster dan yang lainnya. Bagaimana pandangan dan perlakukan mereka terhadap perempuan? Ternyata perlakuannya tidak semulia dan seberadab Islam yang menempatkan perempuan pada posisi yang terhormat dan bermartabat.
Quraish Shihab (2007:391) mengungkapkan, bahwa pada masa peradaban Yunani yang terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, ternyata hak dan kewajiban perempuan dikebiri dengan tidak memiliki hak-hak sipil dan waris. Di kalangan masyarakat atasnya mereka disekap di dalam istana, sedangkan di kalangan masyarakat bawahnya nasib perempuan dijualbelikan dan di dalam rumah tangga sepenuhnya di bawah kekuasaan suaminya. Pada puncak peradabannya, kaum perempuan diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan lelaki, sehingga pelacuran merajalela di mana-mana.
Demikian pula pada masa peradaban Romawi, bahwa perempuan sepenuhnya diberada di bawah kekuasaan ayahnya, dan setelah menikah berpindah ke tangan suaminya. Kekuasaan ini mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Juga pada masa peradaban India dan Cina, bahwa perempuan masih diperlakukan secara diskriminatif. Hak hidup mereka harus berakhir saat suaminya meninggal dengan cara dibakar hidup-hidup bersama mayat suaminya.
Kemudian dalam masyarakat Hindu, bahwa perempuan sering dijadikan sesajen bagi dewa-dewa. Petuah ajaran mereka mengajarkan, bahwa racun, ular, dan api tidak lebih jahat daripada perempuan. Dalam ajaran Yahudi, bawah martabat perempuan sama dengan pembantu. Ajaran mereka menganggap, bahwa perempuan sebagai sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam terusir dari surga. Begitu pula pandangan pemuka Nasrani, bahwa perempuan adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia. Bahkan pada masa berikutnya pernah dibahas apakah perempuan itu manusia atau bukan? Maka disimpulkan, bahwa perempuan adalah manusia yang diciptakan semata-mata untuk melayani laki-laki. Sepanjang abad pertengahan pun nasib perempuan masih memprihatinkan, seperti dalam konstitusi Inggris masih mengakui hak suami untuk menjual isterinya. Juga perempuan Inggris belum memiliki hak kepemilikan harta benda secara penuh, dan hak menuntut ke pengadilan.
Selanjutnya, bagaimana nasib perempuan pada masa kegelapan jahiliyah di negeri Arab sebelum risalah Islam yang dibawa Rasulullah saw hadir? Ternyata nasib perempuan tidak lebih baik dan tetap dibawah bayang-bayang laki-laki. Perempuan masih tetap diperlakukan sebagai alat pemuas kaum lelaki. Sampai-sampai laki-laki boleh menikahi berpuluh-puluh perempuan. Laki-laki boleh menikahi beberapa perempuan yang bersaudara. Bekas isteri bapaknya yang sudah meninggal menjadi warisan bagi anak laki-lakinya. Perempuan tidak memiliki hak kepemilikan dan hak warisan. Ketika perempuan sedang haid, mereka dianggap tengah mendapatkan kutukan, sehingga harus disingkirkan dan ditempatkan di gua-gua atau disatukan di kandang binatang. Yang lebih tragis lagi, kelahiran anak perempuan menjadi aib atau sesuatu yang sangat memalukan yang akan menjadi beban keluarga sepanjang hidup, oleh karena itu pilihannya mereka harus dibunuh hidup-hidup. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَقۡتُلُوۡۤا اَوۡلَادَكُمۡ خَشۡيَةَ اِمۡلَاقٍؕ نَحۡنُ نَرۡزُقُهُمۡ وَاِيَّاكُمۡؕ اِنَّ قَتۡلَهُمۡ كَانَ خِطۡاً كَبِيۡرًا
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar” (QS. Al-Israa’ {17}:31).
Berdasarkan penafsiran Ahmad Musthafa Al-Maraghi (2006, V:212), bahwa asbab al-nuzul (sebab turunnya) ayat ini adalah keadaan bangsa Arab pada masa jahiliyah yang membunuh anak-anak perempuan karena ketidakberdayaan mereka untuk berusaha. Hal ini berbeda dengan keperkasaan anak-anak laki-laki yang nantinya dapat berperang, menyerang dan merampas. Karena bayang-bayang kelemahan anak perempuan yang akan terus menerus menjadi beban sepanjang hidup dan akan menjadi penyebab kemiskinan, dan ini merupakan aib yang sangat besar, maka di antara mereka banyak yang mengambil jalan pintas dengan membunuh anak-anak perempuan.
Maka dalam ayat di atas dengan tegas Allah SWT melarang, bahwa janganlah kamu membenamkan hidup-hidup anak-anak perempuan karena takut kemiskinan. Kamilah yang memberikan rezeki kepada mereka, juga kamu. Jangan sampai ketakutanmu pada kemiskinan dan anggapanmu terhadap kelemahan anak perempuan untuk mencari rezeki menyebabkan kamu membunuh mereka. Akhirnya Allah SWT menegaskan, bahwa membunuh mereka adalah dosa besar karena sudah memutus keturunan dan menghilangkan hak hidup manusia. Dalam hadits Bukhari-Muslim pun disebutkan, bahwa di antara dosa yang paling besar, yaitu membunuh anak karena takut mereka makan bersama (kemiskinan).
Di sini kita melihat sejarah selalu berulang. Dalam teori pengulangan sejarah, bahwa sejarah berputar seperti perputaran jarum jam yang akan terjadi pengulangan. Dalam hal sejarah perlakuan terhadap perempuan, ternyata sejarah kekelaman perempuan terus terjadi pengulangan, termasuk ketika diutusnya Nabi akhir zaman Rasulullah saw yang dapat merubah keadaan masyarakat yang tadinya biadab menjadi beradab, yang asalnya brutal menjadi bermoral, dan yang awalnya sadis menjadi sangat etis. Inilah berkat ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw yang sangat humanis yang dapat menjadikan kehidupan umat manusia lebih harmonis. Inilah karakteristik ajaran Islam yang sesuai dengan fitrah (naluri) manusia dan menjadi rahmat (penebar kasih sayang) bagi semesta alam. Allah SWT berfirman:
فَاَقِمۡ وَجۡهَكَ لِلدِّيۡنِ حَنِيۡفًا ؕ فِطۡرَتَ اللّٰهِ الَّتِىۡ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيۡهَا ؕ لَا تَبۡدِيۡلَ لِخَـلۡقِ اللّٰهِ ؕ ذٰ لِكَ الدِّيۡنُ الۡقَيِّمُ ۙ وَلٰـكِنَّ اَكۡثَرَ النَّاسِ لَا يَعۡلَمُوۡنَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Ruum {30}:30).
Ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw dapat menata kehidupan masyarakat. Dengan ajarannya yang sempurna dan metodenya yang gradual (bertahap), maka ajaran Islam dapat merasuk dan dianut oleh masyarakat Arab ketika itu. Sehingga dalam tempo waktu yang relatif sangat singkat, kurang lebih 23 tahun, ajaran Islam dapat menyebar dan mengakar di tengah-tengah masyarakat. Bahkan kekuasaan Islam dapat menguasai hampir seluruh daratan jazirah Arabia. Karena itu, Rasulullah saw sebagai pembawa risalah Islam yang mencerahkan dan merubah dunia, dalam buku 100 Tokoh Yang Paling Berpengaruh Di Dunia, oleh Michael Hart dinobatkan para ranking pertama tokoh yang paling berpengaruh di dunia sepanjang masa.
Di antara bukti kesempurnaan dan keunggulan ajaran Islam, bahwa Islam mampu menempatkan dan mendudukkan perempuan pada posisinya secara proporsional. Padahal budaya dan tradisi bangsa Arab ketika itu sangat diskriminatif perlakuannya terhadap perempuan. Kalau pada masa Yunani Kuno perempuan dianggap setengah dewa, maka pada masa jahiliyah bangsa Arab perempuan dipandang setengah manusia. Maka dengan ajaran Islam, perempuan diposisikan sebagaimana kodratnya sebagai manusia yang memiliki hak dan kewajiban dalam hidupnya. Bahkan Islam sangat memuliakan dan mengistimewakan perempuan dengan diabadikannya nama perempuan sebagai nama salah satu surat dalam Alquran, yaitu surat An-Nisaa’ yang artinya perempuan. Inilah puncak penghormatan Islam terhadap perempuan yang tidak ada bandingannya dengan agama-agama sebelumnya ataupun sesudahnya. Coba kita lihat bagaimana penghargaan dan penghormatan Islam terhadap perempuan yang terdapat dalam Surat An-Nisaa’, di antaranya:
1. Pada awal Surat An-Nisaa’, yakni ayat pertama, Allah SWT sudah menegaskan bahwa perempuan diciptakan dari unsur yang sama sebagai pasangan bagi laki-laki untuk melahirkan keturunan yang keduanya memiliki hak dan kewajiban yang saling melengkapi di dalam keluarga. Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوۡا رَبَّكُمُ الَّذِىۡ خَلَقَكُمۡ مِّنۡ نَّفۡسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالًا كَثِيۡرًا وَّنِسَآءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِىۡ تَسَآءَلُوۡنَ بِهٖ وَالۡاَرۡحَامَ ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيۡبًا
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu” (QS. An-Nisaa’ {4}:1).
2. Islam membatasi menikahi perempuan hingga empat kalau hendak berpoligami dengan syarat mampu berbuat adil, kalau tidak mampu sebaiknnya satu saja untuk menghindari berbuat aniaya dan dosa. Allah SWT berfirman:
وَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تُقۡسِطُوۡا فِى الۡيَتٰمٰى فَانْكِحُوۡا مَا طَابَ لَـكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ مَثۡنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَ ۚ فَاِنۡ خِفۡتُمۡ اَلَّا تَعۡدِلُوۡا فَوَاحِدَةً اَوۡ مَا مَلَـكَتۡ اَيۡمَانُكُمۡ ؕ ذٰ لِكَ اَدۡنٰٓى اَلَّا تَعُوۡلُوۡا
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisaa’ {4}:3).
3. Perempuan berhak mengajukan dan mendapatkan maskawin yang merupakan hak mutlak seorang isteri dari perkawinannya. Allah SWT berfirman:
وَاٰ تُوا النِّسَآءَ صَدُقٰتِهِنَّ نِحۡلَةً ؕ فَاِنۡ طِبۡنَ لَـكُمۡ عَنۡ شَىۡءٍ مِّنۡهُ نَفۡسًا فَكُلُوۡهُ هَنِيۡٓــًٔـا مَّرِیۡٓـــٴًﺎ
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya” (QS. An-Nisaa’ {4}:4).
4. Perempuan mendapatkan bagian dari warisan yang menjadi hak kepemilikannya, yang sebelumnya tidak ada dan malah perempuan menjadi benda yang diwariskan. Allah SWT berfirman:
لِلرِّجَالِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا تَرَكَ الۡوَالِدٰنِ وَالۡاَقۡرَبُوۡنَ ۖ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا تَرَكَ الۡوَالِدٰنِ وَالۡاَقۡرَبُوۡنَ مِمَّا قَلَّ مِنۡهُ اَوۡ كَثُرَ ؕ نَصِيۡبًا مَّفۡرُوۡضًا
Artinya: “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan” (QS. An-Nisaa’ {4}:7).
5. Perempuan jangan sampai menjadi korban tuduhan atau bulan-bulanan suaminya karena dianggap sudah berbuat serong, tetapi ia memiliki hak untuk membela diri dengan mendatangkan empat orang saksi supaya mendapatkan informasi yang objektif. Allah SWT berfirman:
وَالّٰتِىۡ يَاۡتِيۡنَ الۡفَاحِشَةَ مِنۡ نِّسَآٮِٕكُمۡ فَاسۡتَشۡهِدُوۡا عَلَيۡهِنَّ اَرۡبَعَةً مِّنۡكُمۡ ۚ فَاِنۡ شَهِدُوۡا فَاَمۡسِكُوۡهُنَّ فِى الۡبُيُوۡتِ حَتّٰى يَتَوَفّٰٮهُنَّ الۡمَوۡتُ اَوۡ يَجۡعَلَ اللّٰهُ لَهُنَّ سَبِيۡلً
Artinya: “Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya” (QS. An-Nisaa’ {4}:15).
6. Perempuan haram diwarisi dan mesti digauli dengan sebaik-baiknya jangan sampai terjadi tindakan kekerasan apalagi kejahatan. Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا لَا يَحِلُّ لَـكُمۡ اَنۡ تَرِثُوا النِّسَآءَ كَرۡهًا ؕ وَلَا تَعۡضُلُوۡهُنَّ لِتَذۡهَبُوۡا بِبَعۡضِ مَاۤ اٰتَيۡتُمُوۡهُنَّ اِلَّاۤ اَنۡ يَّاۡتِيۡنَ بِفَاحِشَةٍ مُّبَيِّنَةٍ ۚ وَعَاشِرُوۡهُنَّ بِالۡمَعۡرُوۡفِ ۚ فَاِنۡ كَرِهۡتُمُوۡهُنَّ فَعَسٰۤى اَنۡ تَكۡرَهُوۡا شَيۡــًٔـا وَّيَجۡعَلَ اللّٰهُ فِيۡهِ خَيۡرًا كَثِيۡرًا
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (QS. An-Nisaa’ {4}19).
7. Islam menetapkan perempuan mahram, yakni perempuan yang haram dinikahi karena ada hubungan kekeluargaan ataupun keturunan untuk mensucikan dan menjaga keharmonisan hubungan kekerabatan. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَنۡكِحُوۡا مَا نَكَحَ اٰبَآؤُكُمۡ مِّنَ النِّسَآءِ اِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَ ؕ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً وَّمَقۡتًا ؕ وَسَآءَ سَبِيۡلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh)” (QS. An-Nisaa’ {4}:22).
8. Perempuan mendapatkan hak kepemilikan penuh terhadap hasil yang diusahakan, sebagaimana laki-laki pun demikian. Allah SWT berfirman:
وَلَا تَتَمَنَّوۡا مَا فَضَّلَ اللّٰهُ بِهٖ بَعۡضَكُمۡ عَلٰى بَعۡضٍ ؕ لِلرِّجَالِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا اكۡتَسَبُوۡا ؕ وَلِلنِّسَآءِ نَصِيۡبٌ مِّمَّا اكۡتَسَبۡنَ ؕ وَسۡئَـلُوا اللّٰهَ مِنۡ فَضۡلِهٖ ؕ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُلِّ شَىۡءٍ عَلِيۡمًا
Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”(QS. An-Nisaa’ {4}:32).
9. Islam menetapkan hak dan kewajiban yang seimbang antara perempuan dan laki-laki dalam rumah tangga. Allah SWT berfirman:
اَلرِّجَالُ قَوَّامُوۡنَ عَلَى النِّسَآءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعۡضَهُمۡ عَلٰى بَعۡضٍ وَّبِمَاۤ اَنۡفَقُوۡا مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ ؕ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلۡغَيۡبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ؕ وَالّٰتِىۡ تَخَافُوۡنَ نُشُوۡزَهُنَّ فَعِظُوۡهُنَّ وَاهۡجُرُوۡهُنَّ فِى الۡمَضَاجِعِ وَاضۡرِبُوۡهُنَّ ۚ فَاِنۡ اَطَعۡنَكُمۡ فَلَا تَبۡغُوۡا عَلَيۡهِنَّ سَبِيۡلًا ؕاِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيۡرًا
Artinya: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar” (QS. An-Nisaa’{4}:34)
10. Islam tidak membeda-bedakan amal yang dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan yang sama-sama akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda di sisi Allah SWT dengan menempati surga-Nya. Allah SWT berfirman:
وَمَنۡ يَّعۡمَلۡ مِنَ الصّٰلِحٰتِ مِنۡ ذَكَرٍ اَوۡ اُنۡثٰى وَهُوَ مُؤۡمِنٌ فَاُولٰٓٮِٕكَ يَدۡخُلُوۡنَ الۡجَـنَّةَ وَلَا يُظۡلَمُوۡنَ نَقِيۡرًا
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun” (QS. An-Nisaa’ {4}:124).
Dalam konteks ini kita dapat melihat, bahwa Islam ingin memberdayakan perempuan. Yang tadinya perempuan dianggap makhluk yang lemah dan dilemahkan, maka Islam mendorong perempuan supaya bangkit menjadi perempuan-perempuan yang berdaya dengan mengembangkan jati diri dan potensinya. Sehingga dalam Islam, perempuan pun terlibat dalam kegiatan publik. Misalnya dalam kegiatan dakwah, hijrah, dan jihad. Dengan kekuatan dirinya, perempuan sanggup meninggalkan suami-suaminya yang masih kafir dengan melakukan sendiri hijrah ke Madinah mengikuti Rasulullah saw dan para sahabat yang sudah lebih dahulu meninggalkan kampung halamannya Mekkah. Bahkan mereka menyatakan baiat (janji setia) di hadapan Rasulullah saw. Inilah yang disebut dengan gerakan mobilitas sosial perempuan untuk melepaskan diri dari kungkungan dan dominasi kaum lelaki yang mengeksploitasinya. Allah SWT mengabadikannya dalam Alquran:
يٰۤاَيُّهَا النَّبِىُّ اِذَا جَآءَكَ الۡمُؤۡمِنٰتُ يُبَايِعۡنَكَ عَلٰٓى اَنۡ لَّا يُشۡرِكۡنَ بِاللّٰهِ شَيۡــًٔا وَّلَا يَسۡرِقۡنَ وَلَا يَزۡنِيۡنَ وَلَا يَقۡتُلۡنَ اَوۡلَادَهُنَّ وَلَا يَاۡتِيۡنَ بِبُهۡتَانٍ يَّفۡتَرِيۡنَهٗ بَيۡنَ اَيۡدِيۡهِنَّ وَاَرۡجُلِهِنَّ وَلَا يَعۡصِيۡنَكَ فِىۡ مَعۡرُوۡفٍ فَبَايِعۡهُنَّ وَاسۡتَغۡفِرۡ لَهُنَّ اللّٰهَؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Mumtahanah {60}:12).
Maka dalam Alquran banyak diabadikan nama dan kisah perempuan heroik yang menjadi teladan sepanjang zaman. Di antaranya Hajar isteri Nabi Ibrahim as dan ibunda Nabi Ismail as; Hamnah ibunda Nabi Musa as; Maryam ibunda Nabi Isa as; Aisyiyah isteri Firaun; Khadijah isteri pertama Rasulullah saw; Aisyah isteri Rasulullah saw yang sangat cerdas; dan Fatimah putri Rasulullah saw. Ini menunjukkan betapa Islam sangat memuliakan perempuan.
Kemudian di Negara kita tercinta ini banyak juga kiprah perempuan yang menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya. Misalnya RA. Kartini, Raden Dewi Sartika, dan Cuk Nyak Din yang berjuang dan berhasil mengangkat harkat dan martabat perempuan dari keterpurukan. Sehingga jasa-jasa mereka dikenang terus dan mereka pun diabadikan sebagai pahlawan nasional Indonesia. Sebenarnya kalau mau jujur, dibalik keberhasilan laki-laki, terdapat jiwa-jiwa perempuan yang hebat dan luar biasa. Ini membuktikan, bahwa peran dan posisi perempuan tidak bisa dikesampingkan dalam ranah-ranah kehidupan.
Pada zaman sekarang pun tentunya banyak perempuan-perempuan yang patut diteladani dan menjadi inspirasi bagi kehidupan generasi. Boleh jadi dalam setiap kurun dan generasi, muncul sosok perempuan yang hebat dan luar biasa. Namun kita pun tidak bisa menutup mata, bahwa sekarang ini banyak kejadian-kejadian dan tindakan-tindakan yang menyedihkan dan merendahkan perempuan. Misalnya angka kematian ibu yang masih tinggi, perkawinan dini yang merugikan perempuan, trafiking, kebijakan pemerintah yang masih diskriminatif, serta tindakan kekerasan dan kejahatan seksual terhadap perempuan yang demikian mengkhawatirkan. Berdasarkan data yang masuk ke Komnas Perempuan, bahwa angka kekerasan terhadap perempuan setiap tahunnya meningkat secara signifikan. Misalnya 2011 sebanyak 119.107 kasus; 2012 sebanyak 216.156 kasus; 2013 sebanyak 279.156 kasus; 2014 sebanyak 293.220 kasus; dan tentu 2015 jumlahnya akan semakin meningkat. Maka untuk melindungi perempuan dari tindakan kekerasan seksual, diusulkan hukuman bagi pelaku yang sangat berat, apakah dikebiri, dihukum seumur hidup, ataupun dijatuhi hukuman mati.
Dalam upaya mencegah dan menangani tindakan kekerasan terhadap perempuan, maka penting sekali untuk menelaah kembali bagaimana pandangan Islam tentang persoalan perempuan sekaligus cara menanganinya secara manusiawi dan islami. Ternyata Islam merupakan agama yang memiliki perhatian besar terhadap persoalan perempuan dengan segala dinamikanya. Islam dipandang agama yang cukup komprehensif dalam memandang persoalan dan pemberdayaan perempuan. Dalam konteks ini, Islam sangat berkepentingan terhadap nasib perempuan sehingga mereka dapat hidup bermartabat sesuai dengan fitrah dan kodratnya sebagai perempuan. Wallahu A’lam Bish-Shawaab. ***
* Dudung Abdul Rohman, Pegiat Forum Kajian Paramuda Persis (FKPP)